Oleh: Mln. Athaul Wahid – Sindangbarang, Bogor
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa-ragamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam Jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar." (QS. Ash-Shaff: 10-13)
Dari ayat yang barusan saya paparkan, menunjukan bagaimana manusia dapat memperoleh keselamatan dari-Nya, bilamana dia paham secara dalam dari ayat tersebut.
Jadi, hakikat yang sebenarnya adalah bahwa perintah pengorbanan harta yang berulang kali dianjurkan Alquran ialah untuk pembersihan jiwa manusia yang dengan pengorbanan harta-benda itu jiwa dan ruh manusia menjadi suci dan bersih dari barang yang haram.
Ada suatu peristiwa pada zaman Nabi Muhammad saw menyangkut infaq fii sabilillah dimana, “Suatu kali nabi Muhammad saw. mengemukakan akan perlunya uang untuk perjuangan Islam, maka Hadhrat Abu Bakar r.a. datang membawa seluruh isi rumahnya. Rasulullah saw. bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan di rumah?” Beliau menjawab, “Nama Allah dan Rasul yang akan aku tinggalkan.”
Hadhrat Umar r.a. membawa separuh [harta kekayaan beliau]. Rasulullah saw. bertanya, "Umar, apa yang engkau tinggalkan di rumah?” Beliau menjawab, “Separuh”. Rasulullah saw. bersabda, bahwa perbedaan yang tampak pada perbuatan Abu Bakar dan Umar itulah perbedaan derajat mereka.
Adapun ada 4 poin pengorbanan yang perlu menjadi perhatian, sebagai berikut:
1.Jangan bakhil, tetapi harus selalu ringan tangan
Betapa penting anjuran pengorbanan di dalam Islam maka Allah berfirman:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
"Sekali-kali tidak akan kalian capai kebajikan yang sempurna sehingga kalian menafkahkan daripada(sesuatu) yang kalian cintai, dan apa yang kalian nafkahkan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya“. (Ali ‘Imran [3]: 92)
Diceritakan lagi dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw: “Hadrat Saad bin Abi Waqas ra menerangkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apa saja yang kalian belanjakan (nafkahkan) demi untuk memperoleh keridhaan Ilahi kalian pasti akan mendapat ganjarannya “ Namun syaratnya adalah untuk memperoleh keridhoan Tuhan, bukan untuk Pamer atau Riya’.
Begitu juga Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: “Orang yang membelanjakan hartanya untuk urusan-urasan penting seperti itu saya tidak mengharapkan bahwa dengan membelanjakannya itu hartanya akan menjadi kurang, bahkan di dalam hartanya akan bertambah karena timbul keberkatan. Oleh karena itu, dengan bertawakal kepada Tuhan lakukanlah (ambil bagianlah ) dengan penuh ikhlas dan penuh semangat. Inilah waktunya untuk melakukan pengkhidmatan”.
Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan ayat tersebut:
“Kalian sama sekali tidak akan meraih kebaikan yang akiki selama kalian tidak memberikan barang yang paling kalian cintai. Sebab solidaritas dan perlakuan (baik) terhdap makhluk Allah sebagian besar menunjukan (betapa) pentingnya membelanjakan harta (dijalan Allah) “. (Malfuzat jld.2 h.95-86).
Hadhrat Imam Mahdi as bersabda: “Allah Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang bakhil dan mereka yang menyuruh orang lain untuk berbuat bakhil. Menyembunyikan harta kekayaan yang sebenarnya.
Ketika orang miskin mendatanginya, mereka mengatakan: Oo kami tak punya apa-apa“. Ini merupakan perkara yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ada kisah sifat-sifat para sahabat Hadhrat Masih Mau’ud as dalam memenuhi perintah Infaq fi sabilillah, yaitu:
Pertama, Abdul Hadi Sahib dimana walaupun beliau dalam keadaan susah, beliau selalu banyak berkorban dan sangat royal dalam kedermawaannya serta tepat menepati selalu perjanjiannya dalam berinfaq sehingga Allah swt selalu memberikan kemudahan-kemudahan terus dalam berinfaq.
Kedua, Pir Ikhtihar Ahmad Bin sahib menceritakan tentang kisah orangtuanya yaitu: Suatu kali ayah saya berusaha mencari-cari mungkin ada tersisa uang yang tersimpan di rumah untuk keperluan keluarga yang mendesak sehingga bertanya ke ibuku tidak ada tersimpan bahkan ditanya lagi apakah ada kayu bakar yang tersisa yang bisa di tukar dengan dengan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi satupun tidak ada yang tersimpan.
Ayahku tetap berusaha mencari ke saku bajunya, akhirnya ditemukan 2 Rupiis. Tetapi tidak bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya uang tersebut di infaqkan ke Fakir Miskin lalu pergi ke mesjid untuk sholat sambil tawakkur ke Allah swt tentang keperluan keluarganya. Tanpa di sangkah-sangkah setelah pulang dari Mesjid Allah swt memberikan balasan-Nya dengan 10 Ripees.
2.Berinfak tanpa menyebut-nyebut dan tanpa mengenal iklim (keadaan)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang membelanjakan harta benda mereka di jalan Allah, lalu mereka tidak mengiringi apa yang dibelanjakan mereka dengan menyebut-nyebut kebaikan dan tidak pula menyakiti, bagi mereka ada ganjaran disisi Tuhan mereka, dan tak ada ketakutan pada mereka, dan tidak pula mereka akan bersedih.’ (Al-Baqarah [2]: 262)
Selanjutnya Allah swt berfirman:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang membelanjakan harta benda mereka pada malam dan siang dengan sembunyi-sembunyi dan dengan terang-terangan, bagi mereka ada ganjaran di sisi Tuhan mereka; dan tak ada ketakutan pada mereka, dan tidak pula mereka akan bersedih.“ (Al-Baqarah: 274)
Ayat-ayat Al Quran yang telah ditilawatkan tadi, yakni, mereka tidak menyebut-nyebut tentang pengorbanan mereka itu, melainkan selalu bersyukur kepada Allah Taala agar selalu mendapat taufik untuk dapat melaksanakannya.
3.Berinfaq semata-mata mencari keridhoan Allah swt dan ikhlas
Dalam al-Qur’an banyak sekali mengingatkan kaum mukminin untuk memperhatikan kriterial mengenai infaq fii sabilillah, bahwa hal tersebut perlu sekali diamalkan semata-mata untuk menarik keridhaan Allah Taala, sebagaimana dinyatakan di dalam ayat ini:
وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ
‘…dan tidaklah kamu membelanjakannya melainkan untuk mencari keridhaan Allah…’ (Al-Baqarah [2] : 272)
Yakni, ketika membelanjakan harta bendanya di jalan Allah, orang mukmin haqiqi senantiasa ingat bahwa hal tersebut dikerjakan semata-mata untuk mendapatkan ridha Ilahi. Bukan berarti setelah kita berinfaq disertai kata-kata ataupun perbuatan yang sombong atau pun menyinggung perasaan orang lain.
Seandainya hal ini sungguh-sungguh difahami, niscaya akan memberikan kesejahteraan masyarakat maupun kerohanian mereka. Bahkan, dapat menghilangkan berbagai masalah hidup atau kesejahteraan dalam kehidupan.
4.Infaq memiliki makna yang luas dan tetap akan mendapat balasan dari-Nya
Hadhrat Masih Mau’ud telah menerangkan bahwa:
“Dalam ayat, وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (Al-Baqarah [2] : 3) tidak hanya khusus berbentuk uang. Semuanya termaksud di dalamnya – apakah itu dalam bentuk jasmani ataupun ilmu. Seseorang yang memberikan ilmu, itu pun termaksud di dalamnya. Ada yang memberikan harta-kekayaan, itupun termaksudnya. Ada yang berbentuk keahlian seperti Dokter / Keuangan / lawyer, itupun termaksud di dalamnya ( Al-Hakam jl.10 No.3 / Malfuzat jld 8 h.318-318).
Oleh karena itu, apapun yang kalian belanjakan di jalan ini, Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Janji-janji ini pun berasal dari Allah Ta’ala bahwa seseorang yang memberikan kepada Allah Ta’ala, Dia akan berikan berkat beberapa kali lipat.
Di dunia ini juga orang itu akan mendapat sedikit-banyak dari Allah Ta’ala. Dan, setelah wafat pun dia akan menyaksikan ganjaran pahala di akhirat bahwa betapa besar kenikmatan yang akan ia peroleh. (Malfuzat jld 8 hal. 393-394)
Jadi, dalam pengorbanan ini, tidak khusus hanya uang saja. Apa saja yang dianugrahkan Allah Ta’ala kepada seseorang, itulah yang ia belanjakan di jalan Allah. Maksudnya, manusia itu adalah khadim bagi sesama manusia. Dasar syariat Allah Ta’ala hanya pada dua perkara saja: Menjunjung tinggi perintah Allah Ta’ala dan bersikap baik terhadap Makhluk Allah. (Malfuzat Jld 2 hal. 95 ).
Sebelum saya akhiri dari tulisan ini ada sebuah sebuah Hadist tertulis:
1383. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tidak satu haripun seorang hamba memasuki pagi harinya melainkan dua malaikat turun, salah satu dari keduanya mendoakan: 'Wahai Allah berilah ganti kepada orang yang mendermakan hartanya' dan yang kedua mendoakan: 'Wahai Allah berilah kehancuran kepada orang yang menahan (infak).'"
Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah saw bersabda : “ Setiap pagi 2 malaikat turun mendampingi seorang hamba – yang satu mendoa ; “ Ya Allah, berikanlah ganti bagi dermawan yang mengorbankan hartanya. Yang satunya lahi berkat ; “ Ya Allah, musnahkanlah harta sibakhil.“
Ref:
- Darsus, no. 46/16 Nopember 1990 (khutbah, 28 September 1990)
- Darsus, no. 50/29 Desember 2000 (khutbah, 8 Desember 2000)
- Darsus, no. 31/7 Agustus 1998 (khutbah, 17 Juli 1998)

0 Comments