Oleh: Mln. Saefullah Ahmad Farouk
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah Swt dengan berbagai kelebihan dan keistimewaan. Oleh karena itulah, manusia disebut sebagai makhluk yang sempurna. Allah Taala berfirman:
قَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya penciptaan. (Q.S.at-Tin: 4)
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan. (Q.S. al-Isra: 70)
Dalam Sosiologi, manusia dibagi dalam beberapa golongan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Manusia Sebagai Makhluk Yang Cerdas (Homo Sapiens)
Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya, manusia memiliki berbagai sifat yang unik, diantaranya adalah organ tubuhnya yang kompleks dan sangat khusus, terutama otaknya sehingga manusia merupakan makhluk yang cerdas dan bijaksana (Homo Sapiens).
Dengan kemampuannya untuk berusaha, manusia menggunakan pikirannya untuk melakukan sesuatu dimasa sekarang atau masa depan dengan pertimbangan masa lalu yang merupakan pengalaman. Memiliki pemikiran yang sifatnya abstrak merupakan salah satu wujud keistimewaan manusia, yang kemudian diikuti wujud budaya lain berupa tindakan/perilaku ataupun kemampuannya mengerjakan sesuatu.
Sebagai makhluk yang cerdas dan bijaksana (Homo Sapiens), manusia memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam ilmu, yang para malaikat pun tidak memilikinya.
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!"
Mereka menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."
Allah berfirman, "Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? (QS. al-Baqarah: 31-33)
Manusia Sebagai Makhluk Kerja (Homo Faber)
Manusia juga dikatakan sebagai Homo Faber, yakni makhluk bekerja. Yaitu manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya mampu membuat ala-alat untuk menunjang kemudahan dalam hidupnya dan sekaligus menggunakannya. Hal ini dikarenakan manusia dianugerahi kemampuan untuk menggunakan kekuatan akal dan kemampuan fisiknya secara sempurna. Bahkan mampu mengungkap rahasia-rahasia alam serta menundukkannya untuk kepentingan dirinya.
Allah Swt berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ
Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi.. (QS. al-Hajj :65)
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Q.S. Luqman: 20)
Allah Swt juga berfirman:
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.. (QS. al-Jatsiyah:13)
Allah Swt berfirman:
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. an-Nahl: 14)
Manusia Sebagai Makhluk Yang Berbicara (Homo Longuens)
Manusia juga dikatakan sebagai Homo Longuens, yakni makhluk yang berbicara sehingga apa yang menjadi pemikiran dalam otaknya dapat disampaikan melalui bahasa kepada manusia lainnya. Atas keistimewaannya ini, pantas dan wajar jika Allah Swt menjadikan manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini, sebagaimana firmannya:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS. al-Baqarah: 30)
Disebabkan kedudukan yang tinggi ini para malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia. Allah Swt berfirman:
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku-sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur bersujud kepadanya. (QS. Shad: 71-72).
Manusia Sebagai Makhluk Ekonomi (Homo Aeconomicus)
Manusia juga dikatakan sebagai Homo Aeconomicus, yakni manusia dapat mengadakan usaha atas dasar perhitungan ekonomi.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. al-Jumu’ah: 10)
Allah juga berfirman:
وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي اْلأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ
Ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (Q.S. al-Muzammil: 20)
Allah juga berfirman:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ
Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabb-mu. (Q.S. al-Baqarah: 198).
Allah juga berfirman:
إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. (Q.S. an-Nisa: 29)
Allah juga berfirman:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ
Dan Allah menghalalkan jual beli. (Q.S. al-Baqarah: 275).
Allah juga berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلاَلاً طَيِّبًا
Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik. (Q.S. al-Anfaal: 69)
Manusia Sebagai Makhluk Berkepercayaan (Homo Religius)
Manusia juga dikatakan sebagai Homo Religius. Yakni dikarenakan manusia menyadari adanya kekuatan ghaib yang memiliki kemampuan lebih hebat dari manusia sehingga menjadikannya manusia berkepercayaan.
Sebagai Homo Religius, manusia memiliki fitrah tauhid untuk mengenal Allah Swt. Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga secara otomatis ia cenderung kepada Sumber Wujud dan Kekuatan Yang Mahadahsyat, dan tunduk di hadapan kebesaran-Nya. Manakala menghadapi krisis dan kesulitan ia berlindung kepada-Nya. Manusia memiliki kecenderungan kepada agama. Kecenderungan kepada pencarian dan penyembahan Tuhan merupakan sebuah insting yang tertanam pada diri manusia.
Sekelompok cendekiawan menulis bahwa semua manusia bahkan para penyembah berhala dan kalangan materialis sekalipun, mereka semua mempunyai kecenderungan kepada spiritual. Dalam batin mereka, mereka mengakui bahwa diri mereka bergantung kepada kekuatan tersembunyi dan tunduk di hadapannya. Hati manusia tidak akan merasa tenteram tanpa Tuhan, meskipun dalam menentukan siapa Tuhan terkadang mereka jatuh kepada kesalahan.
Al-Quran juga mengatakan bahwa kecenderungan kepada Tuhan merupakan fitrah manusia:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. ar-Rum: 30)
Allah Swt juga berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keberadaan Tuhan). (QS. al-A`raf: 172)
Manusia Sebagai Makhluk Sosial (Homo Socius)
Sebagai makhluk sosial, artinya bahwa manusia tidak akan bisa mencapai tujuan hidupnya tanpa kerjasama atau bantuan manusia yang lainnya. Sejak lahir, seorang manusia sudah mulai berinteraksi dengan manusia lainnya. Mulai dari ibu yang melahirkannya, ayahnya, saudara, tetangga dan seterusnya. Demikian dalam tahapan berikutnya, ketika sekolah, seseorang pasti akan berinteraksi dengan lingkungannya dalam pergaulan sosial yang sudah ditentukan. Begitu juga dalam lingkungan yang lainnya, seorang manusia pasti akan bergaul secara sosial dengan yang lainnya.
Allah Swt berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. al-Maidah: 2)
Demikian juga didalam ayat-ayat yang lain Allah Swt berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Dan, diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. ar-Rum: 20-21)
Menilik dari hal-hal diatas maka tidak mengherankan kalau manusia diberikan beban tanggungjawab yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Sebagaimana Allah Swt berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya telah kami tawarkan amanat syariat kepada sekalian langit dan bumi dan gunung-gunung, namun smuanya enggan memikulnya, dan mereka takut terhadapnya, akan tetapi manusia memikulnya. Sesungguhnya dia berbuat aniaya dan mengabaikan dirinya. (QS. al-Ahzab: 72)
Dengan demikian, kesempurnaan dan keistimewaan manusia sebanding dengan tanggung jawab yang diembannya.
Wa aakhiruda’wana anilhamduliLlaahi Robbil’aalamiin

0 Comments